Kamis, 05 Juni 2014

Makalah Pertunjukan Seni Karawitan




TUGAS PENDIDIKAN APRESIASI SENI KARAWITAN
PERTUNJUKAN SENI KARAWITAN DI ISI SURAKARTA





Disusun Oleh:
                                                Nama  :           Monica Yayang
                                                NIM    :           A510120240
                                                Kelas   :           IV F


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
            Seni budaya di Indonesia sangatlah beraneka ragam. Ada seni lukis, seni suara, seni tari, dan seni musik. Beraneka ragamnya seni di Indonesia disebabkan oleh banyaknya budaya yang berkembang di Indonesia. Budaya-budaya itu muncul karena banyaknya suku/daerah yang ada di Indonesia dan setiap suku/daerah pasti memiliki budaya sendiri atau memiliki suatu icon yang dijadikan sebagai ciri khas. Salah satu daerah di Indonesia adalah Jawa Tengah. Jawa Tengah sangat terkenal dengan budayanya yang lembut, halus, sopan, dan santun. Jawa Tengah juga terkenal akan kekhasan seni musiknya. Seni musik yang ada di Jawa Tengah cenderung halus, pelan namun rumit, dan salah satu seni musik di Jawa tengah yang terkenal adalah karawitan.
            Karawitan merupakan seni musik daerah, baik vokal atau instrumental yang mempunyai klarifikasi dan perkembangan dari daerahnya itu sendiri. Kata ngrawit yang artinya suatu karya seni yang memiliki sifat-sifat yang halus, rumit, dan indah (Soeroso: 1985,1986). Dari dua hal tersebut dapat diartikan bahwa seni karawitan berhubungan dengan sesuatu yang halus, dan rumit. Kehalusan dan kerumitan dalam seni karawitan tampak nyata dalam sajian gending maupun asesoris lainnya. Seni karawitan di Jawa Tengah merupakan salah satu kekayaan khasanah budaya yang ada di Indonesia. Terdiri dari kendang besar, ciblon, sabet, ketipung, bonang barong, bonang penerus, gender barung, gender penerus, demung, saron barung, saron penerus, slentem, kethuk, kempyang, kempul, gong suwukan, gong besar, kenong, rebab, siter, suling dan gambang.
            Sekolah Musik Karawitan merupakan sekolah yang mempelajari musik karawitan sebagai suatu ilmu dan keahlian. Sekolah Musik Karawitan bertujuan menghasilkan seseorang yang dapat memainkan karawitan dengan baik dan benar serta sesuai dengan pekem-pakemnya, juga untuk melestarikan seni musik khususnya seni karawitan yang ada di Jawa Tengah. ISI (Institut Seni Indonesia) Surakarta merupakan salah satu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan musik karawitan yang ada di Jawa Tengah. Dengan adanya pementasan karawitan dan musik kontemporer yang diselenggarakan di ISI Surakarta, kami mahasiswa program studi PGSD Universitas Muhammadiyah Surakarta memperoleh tugas untuk mengamati pertunjukan seni karawitan dan pertunjukan seni musik kontemporer yang dilaksanakan pada hari Jum’at, 11 April 2014 untuk pertunjukan seni karawitan dengan konsep seni karawitan tradisional dengan gending-gending Jawa dan hari Rabu, 16 April 2014 untuk pertunjukan seni musik kontemporer pukul 19.30 WIB.

Pementasan pertama:
Jum’at, 11 April 2014 pukul 19.30 WIB.
            Pada pementasan hari pertama yang dipertunjukkan berupa seni karawitan tradisional. Dalam pertunjukan tersebut terdengar lantunan lagu macapat yang sangat indah dan diiringi dengan gamelan yang ada. Beberapa orang pengrawit memainkan perannya masing-masing secara bersama sehingga menghasilkan suatu perpaduan instrumen musik atau harmonisasi yang sangat indah. Selain itu pengrawit juga menggunakan pakaian adat Jawa yang terlihat begitu menawan. Dari pengamatan yang dilakukan pada hari pertama akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1.      Alat musik/ Instrumen:
Pada pementasan ini konsepnya berupa seni karawitan tradisional yang menggunakan lagu-lagu Jawa yang telah ditetapkan, maka instrumen utama yang digunakan adalah gamelan ageng yang meliputi bonang, kendang, gender, balungan, kethuk, kempyang, slentem, kempul, gong suwukan, gong besar, kenong, sitter, rebab, gambang, dan suling.
2.      Pakaian:
Pakaian yang dikenakan pengrawit pada hari pertama berupa pakaian adat Jawa Tengah. Pakaian yang dikenakan sangatlah cocok dan menyatu mengingat konsep yang diangkat berupa seni karawitan tradisional dengan lagu-lagu Jawa. Para pengrawit putri dan pesinden mengenakan pakaian kebaya bludru berwarna merah dan sebagian mengenakan kebaya bludru warna hitam dengan bawahan jarik wiron bermotif batik. Pada bagian kepala rambutnya disasak kemudian digelung (sanggul) serta menggunakan aksesoris berupa perhiasan seperti subang, cincin, dan kalung. Sedangkan untuk pengrawit laki-laki mengenakan atasan beskap tangkep berwarna hitam lengkap dengan blangkon dan keris serta bawahannya mengenakan jarik sogan.
3.      Panggung pementasan:
Penataan panggung sangat sesuai dengan konsep yang ada. Panggung tersusun secara rapi dan teratur. Di panggung terlihat ada satu perangkat gamelan yang digunakan untuk pementasan dan tidak ada peralatan tambahan. Setiap ada pergantian penyaji, tata gamelanpun ikut diubah sesuai dengan kebutuhan penyaji.

Pementasan kedua:
Rabu, 16 April 2014 pukul 19.30 WIB.
            Pada pementasan hari kedua yang dipertunjukkan berupa seni musik kontemporer. Musik kontemporer merupakan musik yang liar dan memiliki visi mengedepankan  sifat-sifat kekinian. Musik yang mengemuka sejak abad ke -20 di Indonesia ini muncul akibat pertemuan dua tradisi, yaitu  tradisi   budaya  Indonesia dan tradisi  budaya  Eropa. Pertemuan  musik  etnik  yang  beraneka  ragam di  Indonesia  dengan  musik  klasik   dari  Eropa telah banyak memberikan  warna baru, sehingga  banyak  komponis-komponis dari  Barat maupun Indonesia mengkolaborasikan dua kebudayaan ini. Eksperimen inilah selanjutnya  menghasilkan musik  yang  kebanyakan  orang  mengatakan sebagai musik  baru,  musik  inovatif,  atau  musik ekspeimental. Dalam pementasan hari kedua ini saya akan menyoroti pementasan pertama yang bertema “kluthekan”.
1.      Alat musik/ Instrumen:
Pada pementasan ini alat musik gamelan sudah tidak diutamakan lagi. Penyaji menggunakan instrumen dari alat musik perkusi. Penyaji menggunakan perkusi untuk menyesuaikan dengan tema yang dibawakan. Instrumen dari pertunjukan ini berasal dari suara-suara yang muncul di sebuah warung tahu kupat yakni berupa suara cakap-cakap antara penjual dan pembeli, suara piring dan sendok, suara air mendidih, suara gemricik air, hingga suara pisau saat memotong sayuran. Irama yang dihasilkan tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, kadang pelan, kadang keras, namun meskipun demikian musik yang dihasilkan tetap indah dan teratur.
2.      Pakaian:
Pakaian yang dikenakan bukan lagi kebaya dan beskap, melainkan berupa pakaian sehari-hari yang mencerminkan pakaian yang dikenakan pedagang tahu kupat seperti daster, kaos oblong, celana pendek serta lap yang tersampir di pundak. Sedangkan untuk pembeli mengenakan pakaian sesuai perannya masing-masing.
3.      Panggung pementasan:
Tata panggung sangat menyesuaikan tema yang sedang diusung. Di panggung pementasan terlihat ada satu set perlengkapan yang biasanya terdapat dalam warung tahu kupat seperti gerobak, meja, kursi, dapur yang berisi kompor, alat penggorengan, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar